Buku ini, asalnya adalah bahan ceramah yang disampaikan di
Universitas London pada tanggal 3 Mei 2000 M dengan judul “Ath-Thoriq
ilaa Isti-nafi Hayatin Islamiyyah wa Qiyami Khilafatin Rasyidah ‘Ala
Dlaail Kitab wa Sunnah” oleh penulisnya sendiri, yaitu Abdul Mun’im
Mushthafa Halimah atau yang lebih dikenal dengan julukan Abu Bashir.
Pada halaman persembahan, Abu Bashir memperuntukkan buku ini kepada
mereka yang sesat jalan dan salah jalan kemudian mereka mengira bahwa
mereka berada di atas kebenaran…Juga kepada mereka yang telah
menyia-nyiakan kemampuan dan waktu – dalam jalan-jalan yang bengkok
lagi salah – tanpa manfaat atau faidah…!!!
Buku ini juga ditujukan kepada mereka yang membuat kerusakan dan
tidak membuat perbaikan, kemudian mereka mengira bahwa mereka telah
berbuat sebaik-baiknya atau bahwa mereka berada di pintu dari
pintu-pintu Islam…!!! Dan lalu kepada (terutama) para ‘syabab’ Hizbut
Tahrir yang tersesat dalam mencari kebenaran, dan terjebak ke dalam
belitan fanatisme terhadap golongannya, dan kepada arbabul hizb..!!!
Kepada mereka semuanya saya persembahkan kitab ini sembari
mengharap, semoga kitab ini menjadi sebab hidayah dan petunjuk bagi
mereka, dan Allah ta’ala memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya.
Buku setebal 142 halaman ini dibagi menjadi tiga bab, yaitu : Bab 1.
Hukum Menegakkan Khilafah Rosyidah, Bab 2. Tidak Ada Pilihan Selain
Jihad, dan Bab 3. Subhat-Subhat dan Bantahannyya. Sebagaimana judul
buku, buku ini membahas tuntas jalan untuk menegakkan khilafah, yaitu
sebuah kewajiban bagi seluruh ummat Islam.
Hanya saja, buku ini secara khusus memang menanggapi Hizbut Tahrir,
yang selama ini dikenal aktivitas dan dakwahnya dalam penegakan
khilafah. Buku ini memang sebuah nasihat yang keras kepada HT, bahkan
sangat keras. Di bagian awal, Abu Bashir secara standar menjelaskan
Hukum Amal Dalam Rangka Menegakkan Khilafah Rasyidah Dan Mengangkat
Imam Adil Yang Umum Memimpin Seluruh Kaum Muslimin. Setelah penjelasan
yang cukup panjang lebar, disertai dalil-dalil baik dari Al-Qur’an,
As-Sunnah maupun qoul salafus sholeh, Abu Bashir menutupnya dengan
ungkapan ; “Materi ini adalah sangat penting dan sangat wajib –
sebagaimana yang telah lalu – akan tetapi di zaman kita ini didapatkan
– dari kalangan muslimin – orang yang mengangkat syi’ar Khilafah dan
Khalifah dengan gambaran yang buruk rupa dan menyimpang, yang
menghantarkan kepada kebalikan maksudnya dan (kebalikan) apa yang
mereka dengung-dengungkan…! Mereka mengangkat syi’ar khilafah – dan
alangkah mudahnya itu – tanpa meniti jalan-jalan syar’iy yang shahih
yang memungkinkan mereka dari menerapkan syi’ar yang besar ini kepada
dunia realita dan wujud…! Segolongan dari mereka – yang terwakili oleh
Hizbut Tahrir (HT) – tidak ada pembicaraan bagi mereka kecuali tentang
Khilafah dan eksistensinya, sampai tidak pernah kosong buletin dari
buletin-buletin mereka kecuali di dalamnya ada penyebutan Khilafah,
akan tetapi mereka pada waktu yang sama telah membatasinya dengan
batasan-batasan dan mensyaratkan baginya syarat-syarat yang tidak ada
dalilnya, yang intinya bahwa mereka ini sebenarnya tidak menginginkan
khilafah ini bisa berdiri, dan bahwa mereka dengan syarat-syarat mereka
yang rusak ini adalah batu sandungan sebenarnya di hadapan setiap
proyek Islami yang serius yang memiliki tujuan penegakkan daulah
Islamiyyah atau khilafah rasyidah di atas minhaj an nubuwwah secara
serius.” (hal 21)
Di bagian awal ini Abu Bashir mempertanyakan cita-cita HT menegakkan
khilafah namun terhalang dengan syarat-syarat dan metode yang tidak
syar’i. Dalam lanjutannya, juga dijelaskan betapa HT bersikap ‘sinis’
terhadap jihad bahkan kepada tokoh-tokohnya sebagai berikut :
“jihad Afghanistan bahwa ia adalah jihad Amerika yang bergerak
sesuai komando Amerika. Dan mereka berkata langsung di hadapan saya
bahwa Syaikh Abdullah ‘Azzam – rahimahullah – adalah antek dan
intelejen yang kerja untuk sebagian pemerintah Arab; di waktu yang mana
Syaikh di dalamnya menyalakan api jihad di medan pertempuran”
Oleh sebab itu kita mendapatkan mereka menebarkan keraguan dan
mencela terhadap gerakan jihad mana saja yang serius berupaya memulai
kehidupan Islami bagi umat ini dan berupaya menegakkan Khilafah
rasyidah. Mereka menerka-nerka niat-niat manusia pilihan dari kalangan
mujahidin, dan mereka melemparnya dengan tuduhan – karena sikap hasud
mereka tanpa dasar ilmu dan dalil – bahwa para mujahidin itu para
pengkhianat dan boneka Amerika serta negara-negara Barat lainnya, serta
bahwa para mujahidin itu adalah sebagai alat yang mudah digunakan di
tangan-tangan para pemerintah thaghut, yang mana para thaghut itu
mengendalikan para mujahidin untuk kepentingan-kepentingan khusus
mereka kapan saja mereka mau dan sesuai kemauan mereka serta dalam arah
yang mereka mau (hal 22) Dalam pelbagai bantahannya terhadap HT, Syekh
Abu Bashir selalu mengutip kitab-kitab HT, selebaran, maupun majalah
HT, khususnya Al-Wai’e. Sepertinya penulis memahami betul ‘isi’ HT dan
sepak terjangnya. Wallahu’alam.
Akhirnya, penulis mengajukan sebuah pertanyaan penting dalam buku
ini, yaitu : “Apa jalan yang syar’iy yang wajib ditempuh oleh kaum
muslimin untuk memulai kehidupan Islamiyyah dan penegakkan Khilafah
rasyidah…??” Maka menurut beliau, untuk menjawab pertanyaan yang
penting ini maka wajib menguasai nash-nash syar’iy yang berkaitan
dengan materi ini dan penguasaan akan realita masalah dan
kondisi-kondisi yang dihadapi kaum muslimin di seluruh belahan bumi.
Dan atas dasar ini maka sesungguhnya jawaban teringkas pada dua kalimat
yang telah ditegaskan dan diperintahkan oleh syari’at yaitu : I’dad
kemudian Jihad.
Buku Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad memiliki cover yang
sangat menarik. Paduan warna-warna klasik dan ‘berani’ dan
menggambarkan pasukan berkuda kaum muslimin dengan panji-panji Islam
siap berjihad. Ini nampaknya memang inti bahasan dari buku tersebut,
Khilafah, Tauhid, dan Jihad.
Namun lagi-lagi penulis mengkritisi HT, terutama dalam memandang masalah jihad. Berikut urainnya :
“Dan tatkala Hizbut Tahrir (HT) mendapatkan dalam hadits ini
dilalah-dilalah yang tegas yang menggugurkan pendapatnya tentang
pembatasan jihad dengan keberadaan khalifah, dan bahwa pilar-pilar
mereka dari kalangan para pemuda yang tertipu bisa lepas darinya dan
pergi ke medan-medan juang dan jihad, maka HT berlindung pada sikap
berkilah tahrif dan pemalsuan serta mereka mengatakan suatu pendapat
yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun dari kalangan ulama yang
mu’tabar.
Dan kami tidak mengetahui bagaimana syaitan membisikkan pendapat dan
pentakwilan ini, dan dari mana dia mendatangkan hal itu kepada
mereka…?!. Mereka berkata : Hadits ini memberikan faidah khuruj dengan
kekuatan terhadap penguasa muslim yang muncul kekafiran yang nyata
padanya. Adapun penguasa kafir yang telah bercokol pemerintahannya di
negeri kaum muslimin dan memerintahnya dengan undang-undang kafir dan
kebejatan, maka ini tidak boleh khuruj terhadapnya dengan kekuatan, dan
ia itu tidak dimaksudkan dengan hadits itu (hadits Ubadah bin Shomit);
Kamal Attaturk umpamanya sebelum pemerintahan dan kekuasaannya bercokol
sehari bolehlah memeranginya, adapun setelah sehari atau lebih
kekuasaan kafirnya berjalan dan bercokol maka tidak boleh memeranginya
atau khuruj terhadapnya dengan kekuatan. Dan hal seperti ini bisa
dirubah dan dilenyapkan lewat jalan thalabun nushrah (meminta bantuan)
lagi; yaitu setelah kedatangan khalifah yang mana ia datang juga lewat
thalabun nushrah tidak dengan jalan lain…!!. Dan di antaranya : Bahwa
HT menginginkan dari ucapannya yang batil ini mengatakan terhadap umat
: Bahwa para penguasa masa kini di negeri kaum muslimin ini sebelumnya
belum pernah menjadi muslim – walau sebentar – kemudian murtad dari
keislamannya sehingga bisa dibawa kepadanya hadits Ubadah Ibnu Ash
Shamit yang menunjukkan akan kewajiban khuruj terhadap para pemimpin
kafir, namun mereka itu kafir semenjak dilahirkan ibunya sampai mereka
memegang kekuasaan, dan karena itu hadits Ubadah r.a. tidak mencakup
mereka…!!
Dan pendapat bathil ini dengan sedikit pengamatan saja kita bisa
mendapatkan bahwa HT sendiri tidak puas dengannya dan justeru bimbang
di dalamnya, dan itu karena dua sebab : Pertama : Tidak ada yang tsabit
bagi HT dalam pola pikir dan edaran-edarannya bahwa ia mengatakan
pendapat ini secara tegas, justeru yang tsabit dari mereka adalah hal
sebaliknya, terutama saat mereka berbicara dan membela-bela bala
tentara masa sekarang – yang ada di negeri kaum muslimin – dan tentang
keislaman dan keimanannya, serta mereka membantah terhadap orang yang
berusaha mengkafirkannya…!!
Kedua : Bahwa pendapat HT tentang al-iman tidak memungkinkannya dari
mengatakan pendapatnya itu tentang para penguasa masa kini; dan
jabarannya adalah bahwa HT mengatakan : Bahwa iman itu adalah
pembenaran yang pasti saja, siapa yang mendatangkan pembenaran yang
pasti maka dia itu muslim mu’min dan tergolong calon ahli surga.
Dan mereka dalam hal itu mengikuti madzhab orang sesat lagi
terlaknat Jahm Ibnu Shafwan dalam hal iman. Jadi HT itu adalah kaum
jahmiyyah dalam hal al iman. Pada bagian akhir, penulis memaparkan
beberapa syubhat yang sering dilontarkan HT dan juga
bantahan-bantahannya.
Misalnya, Subhat “Tidak ada jihad kecuali bersama khalifah”. Lalu
syubhat lanjutannya, yaitu : agar HT keluar dari kesulitan yang sangat
yang ia terjatuh ke dalamnya akibat pernyataannya akan syubhat pertama
yang baru disebutkan, maka ia berkata : Kami tidak menghalangi bagi
individu-individu HT untuk berangkat jihad seandainya mereka ingin itu
dengan dorongan pribadi mereka sendiri, akan tetapi dengan bentuk
individu, sedang HT tidak bertanggung jawab atasnya dan tidak memikul
akibat-akibat dan hasil-hasilnya, sebagaimana HT tidak memerintahkan
seorangpun untuk pergi berjihad karena hal itu menyalahi arahan-arahan
dan prinsif-prinsif HT yang bersifat politik…!!!
Lalu syubhat ketiga : “Tidak ada jalan untuk mencapai Khilafah
kecuali lewat jalan Thalabun nushrah (meminta dukungan)” dalam rangka
mencontoh perbuatan Nabi saw yang meminta dukungan untuk diennya dan
dirinya dari kabilah-kabilah dan para pemuka Arab…!!!
Sebenarnya, penulis tidak menolak bahwa thalabun nushrah itu juga syar’i, sebagaimana ungkapannya :
“Bila mereka mengatakan bahwa cara thalabun nushrah itu
disyari’atkan, sehingga boleh bagi harakah Islamiyyah melaluinya bila
itu mungkin baginya dan mendapatkan jalan untuk itu, maka ini adalah
pendapat yang shahih yang tidak ada cacat dan tidak ada perselisihan“.
Akan tetapi pilihan ini juga tidak memberikan alasan bagi umat untuk
diam meninggalkan I’dad dan jihad fi sabilillah dan tidak
menghalanginya dari itu. Dimana jalan I’dad dan jihad, serta thalabun
nushrah dari orang-orang yang memiliki syaukah (power)… semua itu
berjalan bergandengan, dan tidak boleh berjalan dengan salah satunya
menjadi alasan untuk menjauhi atau meninggalkan jalan yang lainnya.
Ucapan kalian bahwa tidak ada jihad kecuali bersama Khalifah
bukanlah ajaran Islam dan bukan (pula) darinya, akan tetapi ia berasal
dari akal-akalan kalian dan hawa nafsu kalian, di dalamnya kalian tidak
memiliki pendahulu kecuali Syi’ah Rafidlah dan Ahmad Ghulam Al
Qadiyaniy Al Kadzdzab, dan itu seburuk-buruknya pendahulu…!
Membaca buku ini, terutama bagi para syabab HT hendaknya dengan
kepada dingin dan niat ikhlas untuk mencari kebenaran. Mungkin, tidak
semua yang dikatakan dalam buku ini bersesuain dengan kenyataannya.
Namun, syabab HT harus berani menguji buku ini jika mereka memang
benar-benar berjuang hanya untuk keridloan-Nya bukan untuk ta’ashub
hizbiyyah. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh penulis di akhir
bukunya:
“Inilah yang ingin saya utarakan dan saya jelaskan dalam materi yang
penting lagi ringkas ini, seraya mengharap dari Allah ta’ala penerimaan
di bumi dan di langit… dan Dia memberikan manfaat darinya bagi manusia,
sesungguhnya Dia ta’ala Maha Mendengar, Maha Dekat lagi Maha
Memperkenankan. إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا
تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.” (Huud : 88).
” Wallahu’alam bis showab!
[almuhajirun.net]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar