Kamis, 15 September 2011

Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad ; Meretas Jalan Kemuliaan Hakiki

Buku ini, asalnya adalah bahan ceramah yang disampaikan di Universitas London pada tanggal 3 Mei 2000 M dengan judul “Ath-Thoriq ilaa Isti-nafi Hayatin Islamiyyah wa Qiyami Khilafatin Rasyidah ‘Ala Dlaail Kitab wa Sunnah” oleh penulisnya sendiri, yaitu Abdul Mun’im Mushthafa Halimah atau yang lebih dikenal dengan julukan Abu Bashir.
Pada halaman persembahan, Abu Bashir memperuntukkan buku ini kepada mereka yang sesat jalan dan salah jalan kemudian mereka mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran…Juga kepada mereka yang telah menyia-nyiakan kemampuan dan waktu – dalam jalan-jalan yang bengkok lagi salah – tanpa manfaat atau faidah…!!!
Buku ini juga ditujukan kepada mereka yang membuat kerusakan dan tidak membuat perbaikan, kemudian mereka mengira bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya atau bahwa mereka berada di pintu dari pintu-pintu Islam…!!! Dan lalu kepada (terutama) para ‘syabab’ Hizbut Tahrir yang tersesat dalam mencari kebenaran, dan terjebak ke dalam belitan fanatisme terhadap golongannya, dan kepada arbabul hizb..!!!
Kepada mereka semuanya saya persembahkan kitab ini sembari mengharap, semoga kitab ini menjadi sebab hidayah dan petunjuk bagi mereka, dan Allah ta’ala memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya.
Buku setebal 142 halaman ini dibagi menjadi tiga bab, yaitu : Bab 1. Hukum Menegakkan Khilafah Rosyidah, Bab 2. Tidak Ada Pilihan Selain Jihad, dan Bab 3. Subhat-Subhat dan Bantahannyya. Sebagaimana judul buku, buku ini membahas tuntas jalan untuk menegakkan khilafah, yaitu sebuah kewajiban bagi seluruh ummat Islam.
Hanya saja, buku ini secara khusus memang menanggapi Hizbut Tahrir, yang selama ini dikenal aktivitas dan dakwahnya dalam penegakan khilafah. Buku ini memang sebuah nasihat yang keras kepada HT, bahkan sangat keras. Di bagian awal, Abu Bashir secara standar menjelaskan Hukum Amal Dalam Rangka Menegakkan Khilafah Rasyidah Dan Mengangkat Imam Adil Yang Umum Memimpin Seluruh Kaum Muslimin. Setelah penjelasan yang cukup panjang lebar, disertai dalil-dalil baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah maupun qoul salafus sholeh, Abu Bashir menutupnya dengan ungkapan ; “Materi ini adalah sangat penting dan sangat wajib – sebagaimana yang telah lalu – akan tetapi di zaman kita ini didapatkan – dari kalangan muslimin – orang yang mengangkat syi’ar Khilafah dan Khalifah dengan gambaran yang buruk rupa dan menyimpang, yang menghantarkan kepada kebalikan maksudnya dan (kebalikan) apa yang mereka dengung-dengungkan…! Mereka mengangkat syi’ar khilafah – dan alangkah mudahnya itu – tanpa meniti jalan-jalan syar’iy yang shahih yang memungkinkan mereka dari menerapkan syi’ar yang besar ini kepada dunia realita dan wujud…! Segolongan dari mereka – yang terwakili oleh Hizbut Tahrir (HT) – tidak ada pembicaraan bagi mereka kecuali tentang Khilafah dan eksistensinya, sampai tidak pernah kosong buletin dari buletin-buletin mereka kecuali di dalamnya ada penyebutan Khilafah, akan tetapi mereka pada waktu yang sama telah membatasinya dengan batasan-batasan dan mensyaratkan baginya syarat-syarat yang tidak ada dalilnya, yang intinya bahwa mereka ini sebenarnya tidak menginginkan khilafah ini bisa berdiri, dan bahwa mereka dengan syarat-syarat mereka yang rusak ini adalah batu sandungan sebenarnya di hadapan setiap proyek Islami yang serius yang memiliki tujuan penegakkan daulah Islamiyyah atau khilafah rasyidah di atas minhaj an nubuwwah secara serius.” (hal 21)
Di bagian awal ini Abu Bashir mempertanyakan cita-cita HT menegakkan khilafah namun terhalang dengan syarat-syarat dan metode yang tidak syar’i. Dalam lanjutannya, juga dijelaskan betapa HT bersikap ‘sinis’ terhadap jihad bahkan kepada tokoh-tokohnya sebagai berikut :
“jihad Afghanistan bahwa ia adalah jihad Amerika yang bergerak sesuai komando Amerika. Dan mereka berkata langsung di hadapan saya bahwa Syaikh Abdullah ‘Azzam – rahimahullah – adalah antek dan intelejen yang kerja untuk sebagian pemerintah Arab; di waktu yang mana Syaikh di dalamnya menyalakan api jihad di medan pertempuran”
Oleh sebab itu kita mendapatkan mereka menebarkan keraguan dan mencela terhadap gerakan jihad mana saja yang serius berupaya memulai kehidupan Islami bagi umat ini dan berupaya menegakkan Khilafah rasyidah. Mereka menerka-nerka niat-niat manusia pilihan dari kalangan mujahidin, dan mereka melemparnya dengan tuduhan – karena sikap hasud mereka tanpa dasar ilmu dan dalil – bahwa para mujahidin itu para pengkhianat dan boneka Amerika serta negara-negara Barat lainnya, serta bahwa para mujahidin itu adalah sebagai alat yang mudah digunakan di tangan-tangan para pemerintah thaghut, yang mana para thaghut itu mengendalikan para mujahidin untuk kepentingan-kepentingan khusus mereka kapan saja mereka mau dan sesuai kemauan mereka serta dalam arah yang mereka mau (hal 22) Dalam pelbagai bantahannya terhadap HT, Syekh Abu Bashir selalu mengutip kitab-kitab HT, selebaran, maupun majalah HT, khususnya Al-Wai’e. Sepertinya penulis memahami betul ‘isi’ HT dan sepak terjangnya. Wallahu’alam.
Akhirnya, penulis mengajukan sebuah pertanyaan penting dalam buku ini, yaitu : “Apa jalan yang syar’iy yang wajib ditempuh oleh kaum muslimin untuk memulai kehidupan Islamiyyah dan penegakkan Khilafah rasyidah…??” Maka menurut beliau, untuk menjawab pertanyaan yang penting ini maka wajib menguasai nash-nash syar’iy yang berkaitan dengan materi ini dan penguasaan akan realita masalah dan kondisi-kondisi yang dihadapi kaum muslimin di seluruh belahan bumi. Dan atas dasar ini maka sesungguhnya jawaban teringkas pada dua kalimat yang telah ditegaskan dan diperintahkan oleh syari’at yaitu : I’dad kemudian Jihad.
Buku Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad memiliki cover yang sangat menarik. Paduan warna-warna klasik dan ‘berani’ dan menggambarkan pasukan berkuda kaum muslimin dengan panji-panji Islam siap berjihad. Ini nampaknya memang inti bahasan dari buku tersebut, Khilafah, Tauhid, dan Jihad.
Namun lagi-lagi penulis mengkritisi HT, terutama dalam memandang masalah jihad. Berikut urainnya :
“Dan tatkala Hizbut Tahrir (HT) mendapatkan dalam hadits ini dilalah-dilalah yang tegas yang menggugurkan pendapatnya tentang pembatasan jihad dengan keberadaan khalifah, dan bahwa pilar-pilar mereka dari kalangan para pemuda yang tertipu bisa lepas darinya dan pergi ke medan-medan juang dan jihad, maka HT berlindung pada sikap berkilah tahrif dan pemalsuan serta mereka mengatakan suatu pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun dari kalangan ulama yang mu’tabar.
Dan kami tidak mengetahui bagaimana syaitan membisikkan pendapat dan pentakwilan ini, dan dari mana dia mendatangkan hal itu kepada mereka…?!. Mereka berkata : Hadits ini memberikan faidah khuruj dengan kekuatan terhadap penguasa muslim yang muncul kekafiran yang nyata padanya. Adapun penguasa kafir yang telah bercokol pemerintahannya di negeri kaum muslimin dan memerintahnya dengan undang-undang kafir dan kebejatan, maka ini tidak boleh khuruj terhadapnya dengan kekuatan, dan ia itu tidak dimaksudkan dengan hadits itu (hadits Ubadah bin Shomit); Kamal Attaturk umpamanya sebelum pemerintahan dan kekuasaannya bercokol sehari bolehlah memeranginya, adapun setelah sehari atau lebih kekuasaan kafirnya berjalan dan bercokol maka tidak boleh memeranginya atau khuruj terhadapnya dengan kekuatan. Dan hal seperti ini bisa dirubah dan dilenyapkan lewat jalan thalabun nushrah (meminta bantuan) lagi; yaitu setelah kedatangan khalifah yang mana ia datang juga lewat thalabun nushrah tidak dengan jalan lain…!!. Dan di antaranya : Bahwa HT menginginkan dari ucapannya yang batil ini mengatakan terhadap umat : Bahwa para penguasa masa kini di negeri kaum muslimin ini sebelumnya belum pernah menjadi muslim – walau sebentar – kemudian murtad dari keislamannya sehingga bisa dibawa kepadanya hadits Ubadah Ibnu Ash Shamit yang menunjukkan akan kewajiban khuruj terhadap para pemimpin kafir, namun mereka itu kafir semenjak dilahirkan ibunya sampai mereka memegang kekuasaan, dan karena itu hadits Ubadah r.a. tidak mencakup mereka…!!
Dan pendapat bathil ini dengan sedikit pengamatan saja kita bisa mendapatkan bahwa HT sendiri tidak puas dengannya dan justeru bimbang di dalamnya, dan itu karena dua sebab : Pertama : Tidak ada yang tsabit bagi HT dalam pola pikir dan edaran-edarannya bahwa ia mengatakan pendapat ini secara tegas, justeru yang tsabit dari mereka adalah hal sebaliknya, terutama saat mereka berbicara dan membela-bela bala tentara masa sekarang – yang ada di negeri kaum muslimin – dan tentang keislaman dan keimanannya, serta mereka membantah terhadap orang yang berusaha mengkafirkannya…!!
Kedua : Bahwa pendapat HT tentang al-iman tidak memungkinkannya dari mengatakan pendapatnya itu tentang para penguasa masa kini; dan jabarannya adalah bahwa HT mengatakan : Bahwa iman itu adalah pembenaran yang pasti saja, siapa yang mendatangkan pembenaran yang pasti maka dia itu muslim mu’min dan tergolong calon ahli surga.
Dan mereka dalam hal itu mengikuti madzhab orang sesat lagi terlaknat Jahm Ibnu Shafwan dalam hal iman. Jadi HT itu adalah kaum jahmiyyah dalam hal al iman. Pada bagian akhir, penulis memaparkan beberapa syubhat yang sering dilontarkan HT dan juga bantahan-bantahannya.
Misalnya, Subhat “Tidak ada jihad kecuali bersama khalifah”. Lalu syubhat lanjutannya, yaitu : agar HT keluar dari kesulitan yang sangat yang ia terjatuh ke dalamnya akibat pernyataannya akan syubhat pertama yang baru disebutkan, maka ia berkata : Kami tidak menghalangi bagi individu-individu HT untuk berangkat jihad seandainya mereka ingin itu dengan dorongan pribadi mereka sendiri, akan tetapi dengan bentuk individu, sedang HT tidak bertanggung jawab atasnya dan tidak memikul akibat-akibat dan hasil-hasilnya, sebagaimana HT tidak memerintahkan seorangpun untuk pergi berjihad karena hal itu menyalahi arahan-arahan dan prinsif-prinsif HT yang bersifat politik…!!!
Lalu syubhat ketiga : “Tidak ada jalan untuk mencapai Khilafah kecuali lewat jalan Thalabun nushrah (meminta dukungan)” dalam rangka mencontoh perbuatan Nabi saw yang meminta dukungan untuk diennya dan dirinya dari kabilah-kabilah dan para pemuka Arab…!!!
Sebenarnya, penulis tidak menolak bahwa thalabun nushrah itu juga syar’i, sebagaimana ungkapannya :
“Bila mereka mengatakan bahwa cara thalabun nushrah itu disyari’atkan, sehingga boleh bagi harakah Islamiyyah melaluinya bila itu mungkin baginya dan mendapatkan jalan untuk itu, maka ini adalah pendapat yang shahih yang tidak ada cacat dan tidak ada perselisihan“.
Akan tetapi pilihan ini juga tidak memberikan alasan bagi umat untuk diam meninggalkan I’dad dan jihad fi sabilillah dan tidak menghalanginya dari itu. Dimana jalan I’dad dan jihad, serta thalabun nushrah dari orang-orang yang memiliki syaukah (power)… semua itu berjalan bergandengan, dan tidak boleh berjalan dengan salah satunya menjadi alasan untuk menjauhi atau meninggalkan jalan yang lainnya.
Ucapan kalian bahwa tidak ada jihad kecuali bersama Khalifah bukanlah ajaran Islam dan bukan (pula) darinya, akan tetapi ia berasal dari akal-akalan kalian dan hawa nafsu kalian, di dalamnya kalian tidak memiliki pendahulu kecuali Syi’ah Rafidlah dan Ahmad Ghulam Al Qadiyaniy Al Kadzdzab, dan itu seburuk-buruknya pendahulu…!
Membaca buku ini, terutama bagi para syabab HT hendaknya dengan kepada dingin dan niat ikhlas untuk mencari kebenaran. Mungkin, tidak semua yang dikatakan dalam buku ini bersesuain dengan kenyataannya. Namun, syabab HT harus berani menguji buku ini jika mereka memang benar-benar berjuang hanya untuk keridloan-Nya bukan untuk ta’ashub hizbiyyah. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh penulis di akhir bukunya:
“Inilah yang ingin saya utarakan dan saya jelaskan dalam materi yang penting lagi ringkas ini, seraya mengharap dari Allah ta’ala penerimaan di bumi dan di langit… dan Dia memberikan manfaat darinya bagi manusia, sesungguhnya Dia ta’ala Maha Mendengar, Maha Dekat lagi Maha Memperkenankan. إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ “Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Huud : 88).
” Wallahu’alam bis showab!

[almuhajirun.net]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar